Laman

Info Sehat

Selasa, 25 Mei 2010

Yuk, Rajin Update Imunisasi Influenza


Banyak yang mengira, imunisasi hanya perlu dilakukan sekali seumur hidup. Anggapan itu tidak selamanya benar. Memang ada imunisasi yang hanya perlu sekali, seperti imunisasi campak. Tapi, ada juga imunisasi yang wajib di update alias diperbarui.

Contohnya, imunisasi influenza. Asrul Hasral, dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumahsakit Kanker Dharmais, Jakarta, bilang, sebaiknya vaksin influenza diperbaharui setahun sekali mengikuti perubahan virus influenza yang juga semakin berkembang. "Flu burung dan flu babi itu kan perkembangan dari virus influenza," ungkapnya.

Imunisasi pneumokok juga perlu diperbaharui sekali dalam dua tahun. Bakteri pneumokok yang penyebarannya lewat udara ini bisa menyebabkan radang paru-paru. "Dari laporan berbagai penelitian, tingkat keberhasilan vaksin pneumokok mencapai 60 persen - 70persen," kata Sukamto Koesno Dokter Spesialis Penyakit Dalam Alergi Imunologi Rumahsakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Jadi, tak ada salahnya Anda melakukan imunisasi ulang. Tapi ingat, vaksin pneumokok tidak bisa diberikan kepada sembarang orang. Ibu hamil disarankan tidak menerima suntikan vaksin karena bisa membahayakan.

Sedang kan untuk imunisasi hepatitis A biasanya memang dilakukan sekali seumur hidup. Tetapi, beberapa dokter menyarankan agar vaksin ini juga di-update sekali lagi saat dewasa. Imunisasi ulang ini perlu lantaran Indonesia adalah daerah endemik atau daerah penyebaran yang mudah bagi virus hepatitis A.

Catatan saja, virus hepatitis A berkembang pesat di lingkungan yang sanitasinya tidak begitu baik. Nah, beberapa daerah di Indonesia mempunyai sanitasi yang kurang baik. Oleh sebab itu, imunisasi ini perlu diperbarui. Soalnya, kemungkinan besar imunisasi yang telah kita lakukan saat kecil sudah tidak bisa membendung terjangan virus hepatitis A.

Imunisasi yang juga perlu diperbarui yakni vaksin demam tifoid. Asrul memberi saran agar kita memperbarui vaksin demam tifoid sekali dalam tiga tahun. Demam tifoid atau lebih dikenal dengan tifus ini merupakan infeksi bakteri salmonella typhi. Sebagian besar penularannya melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi pembawa kuman.

Jika pekerjaan berhubungan dengan makanan, semisal tata boga atau membuka warung makan, Anda wajib memperbarui vaksin demam tifoid. Selain itu, kalau mempunyai gaya hidup tak sehat atau sering jajan di luar rumah, Anda juga harus rutin memperbaharui vaksin ini. Begitu juga bila Anda suka bepergian ke daerah-daerah yang menjadi tempat penyebaran demam tifoid.

Ada satu lagi imunisasi yang harus diperbarui: Human Papiloma Virus (HPV). Vaksin ini bisa mencegah virus yang berkembang di daerah anogenital seperti serviks (leher rahim) sehingga menyebabkan kanker leher rahim.

Yang berpotensi terkena penyakit mematikan ini adalah orang yang aktif melakukan hubungan seks. Di Indonesia, pemberian vaksin HPV baru dimulai pada tahun 2000an. Behan ada penelitian di dalam negeri, berapa lama vaksin ini efektif di dalam tubuh. "Sejauh ini, penelitian baru berlangsung tujuh tahun," kata Sukamto. (Kontan/Sanny Cicilia Simbolon)


Berita:

VIRUS INFLUENZA VS PROPOLIS

Lingkungan Kerja Bisa Cetuskan Asma


Meski penyakit asma lebih banyak muncul di masa kanak-kanak, nyatanya penyakit peradangan di saluran napas ini juga banyak diderita orang dewasa. Salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan kerja.

Atmosfer pekerjaan yang penuh tekanan dan membuat stres bisa menggangu kesehatan, salah satunya meningkatkan risiko terkena asma hingga 40 persen. Para pekerja yang selalu membawa pulang masalahnya merupakan kelompok yang paling beresiko.

Tim peneliti dari Jerman menyebutkan stres pekerjaan dan ketidakmampuan seseorang untuk bersantai setelah bekerja meningkatkan risiko asma. Kesimpulan itu dibuat berdasarkan penelitian terhadap 5000 pria dan wanita berusia 45-65 tahun.

Seluruh responden bebas asma sebelum bekerja. Namun mereka yang bekerja di lingkungan penuh tekanan mengalami peningkatkan insiden asma hingga 40 persen setelah enam tahun bekerja.

Lingkungan kerja yang bisa dianggap bisa mencetuskan asma antara lain memiliki jam kerja yang panjang, jadwal yang ketat, dan suasana kerja yang tidak nyaman. Menurut para ahli dari Mayo Clinic, beberapa partikel di ruangan kerja, seperti cat, debu kayu, zat pewarna sintentik, dan sebagainya, juga bisa memicu penyakit ini.

Sebelumnya sebuah penelitian menyebutkan stres akan menyebabkan tubuh melepaskan zat kimia yang memicu alergi dan menganggu tubuh melawan peradangan di saluran napas. Kendati demikian, masih diperlukan penelitian lanjutan untuk membuktikan hasil temuan tersebut.


Solusi: Asma dan Propolis : http://bonusharian.multiply.com/reviews/item/15

DERITA ASMA, PROPOLIS SOLUSINYA


Kamis, 06 Mei 2010

Asma Sebagian Besar Tidak Terkontrol

Sebagian besar asma tidak terkontrol, padahal penyakit asma sangat mengganggu dan berbahaya sebab dapat berujung pada kematian. Para penyandang asma juga umumnya orang dalam masa produktif.

Demikian, antara lain, terungkap dalam acara ajang wicara ”ACT Now: Kontrol Asmamu!”, Selasa (4/5). Acara itu diselenggarakan dalam rangka Hari Asma Sedunia yang jatuh setiap Selasa minggu pertama bulan Mei. Penyandang asma kerap mengalami gangguan pernapasan karena terlalu sensitifnya saluran pernapasan. Faktor keturunan atau genetika berperan sekitar 30-40 persen.

Dokter spesialis paru sekaligus Ketua Dewan Asma Indonesia Prof Faisal Yunus mengatakan, berdasarkan hasil studi Asthma Insight and Reality in Asia Pasific (AIRIAP) tahun 2007, hanya 2 persen dari 4.805 penyandang asma peserta studi yang masuk dalam kategori asma terkontrol. Di Indonesia, 64 persen dari 400 penyandang asma peserta studi ternyata tidak terkontrol.

Hal itu, antara lain, disebabkan kurangnya edukasi mengenai kontrol asma kepada panyandang asma dan masyarakat pada umumnya. ”Penderita sering kali berobat hanya kalau terjadi serangan, tetapi tidak mengontrol asmanya sendiri sehingga asma tak kunjung membaik,” ujarnya.

Seorang penyandang asma dikatakan terkontrol jika memiliki enam kriteria, yaitu, pertama, tidak mengalami atau jarang mengalami gejala asma (maksimal 2 kali seminggu).

Kedua, tidak pernah terbangun pada malam hari karena asma. Ketiga, tidak pernah atau jarang menggunakan obat pelega. Keempat, dapat melakukan aktivitas dan latihan secara normal.

Kelima, hasil tes fungsi paru-paru (PEF-FEV) normal atau mendekati normal. Keenam, tidak pernah atau jarang mengalami serangan asma. Indikator tersebut dikembangkan oleh Global Initative for Asthma (GINA).

Dalam sebuah riset di RSUP Persahabatan, sekitar 73 persen penderita hanya menggunakan obat pelega sehingga asma tidak terkontrol dan hanya 7 persen menggunakan obat pengontrol asma. Tujuan pengobatan adalah agar asma terkontrol, sementara faktor pemicu perlu dihindari.

Ketua umum Yayasan Asma Indonesia Retno R Raman mengatakan, pada peringatan Hari Asma Sedunia yang tahun ini bertema ”You Can Control Your Asthma” diadakan kampanye ACT Now: Kontrol Asmamu! di antaranya dengan meluncurkan situs web www.bebas-asma.com. Pada situs web itu tersedia isian penilaian atau asthma control test (ACT) yang dapat digunakan sebagai mediasi untuk mengetahui tingkat asma.

Saat ini diperkirakan ada 300 juta penderita asma di seluruh dunia dan prevelansinya terus meningkat tajam—sekitar 50 persen setiap sepuluh tahun. Sekitar 250.000 kematian per tahun di dunia diperkirakan terjadi akibat asma. Sementara itu, untuk mengontrol asma penderita perlu mengonsumsi kortikostiroid atau antiinflamasi. Pada umumnya, penderita asma hanya mengonsumsi obat pelega pada saat terjadi serangan. (INE) -Kompas